“Education makes people easy to lead, but difficult to drive; easy to govern, but impossible to enslave”, itu adalah kata bijak dari seorang Henry Peter Brougham. Kata-kata ini menunjukkan apa yang dilakukan pendidikan pada seseorang dan betapa pentingnya pendidikan bagi seseorang. Thomas Jefferson, presiden Amerika Serikat ke-3 berkata, “A nation’s best defense is an educated citizenry”. Ia mengungkapkan betapa pentingnya pendidikan bagi suatu bangsa lewat kata-katanya. Bukti nyata, Amerika pernah menjadi negara paling kuat dan berkuasa di dunia meskipun saat ini mulai menurun setelah krisis ekonomi. Hal itu awalnya adalah sebuah mimpi, namun menjadi kenyataan setelah pendidikan diutamakan dan difasilitasi dengan baik. Apa yang terjadi pada Indonesia? Apakah masyarakatnya tidak terdidik? Ataukah ada yang salah dengan kualitas pendidikan yang ada saat ini sehingga Indonesia hanya jalan di tempat saat ini? Jawaban untuk kedua pertanyaan tersebut adalah “ya”. Menurut Badan Pusat Statistik Indonesia, penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja berjumlah 111,28 juta penduduk dan 55,12 juta diantaranya adalah tamatan SD ke bawah. Artinya 50% pekerja di Indonesia adalah tamatan pendidikan dasar. Jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, Singapura memiliki presentase lulusan terbanyak di secondary sebanyak 24.6% dan lulusan universitas sebanyak 11.7%. Berdasarkan QS World Universities Ranking, ranking universitas kita juga kalah dengan Singapura, Malaysia dan Thailand, kita berada diperingkat 50 Asia, dan 217 dunia, kalah jauh dibanding Singapura yang memperoleh peringkat 3 (NUS) dan 17 (NTU) Asia, untuk peringkat dunia Singapura memperoleh peringkat 28 (NUS) dan 58 (NTU). Di Asia Tenggara, Universitas kita kalah dengan universitas dari Singapura, Thailand dan Malaysia.
Tahun ini poin kita di EDI
(Education Development Index) juga menurun. Kemerosotan kita terjadi
karena banyak hal, namun yang paling penting itu semua dipengaruhi oleh
pendidikan dan apa yang ditanamkan di sekolah. Oleh karena itulah
pendidikan sangatlah penting dan hal ini kurang disadari oleh sebagian
besar penduduk Indonesia bahkan pemerintahannya. Banyak masalah
pendidikan di Indonesia yang harus dibenahi agar kita bisa membangun
kembali kualitas pendidikan yang bermutu dan mencapai prestasi
internasional. Masalah tersebut antara lain, orientasi nilai bukan ilmu,
orientasi mengikuti bukan pencipta, tenaga pendidik, biaya pendidikan
dan pungutan liar, dan luar negeri lebih menjanjikan daripada dalam
negeri.
Sebagian besar siswa Indonesia mengakui
bahwa yang mereka kejar di sekolah adalah nilai, bukan ilmu. Artinya
mereka lebih mendahulukan nilai baru memikirkan ilmu. Ada 2 alasan
kenapa hal ini terjadi, yaitu sistem dan lingkungan. Sistem pendidikan
Indonesia menuntut nilai yang tinggi bukan ilmu yang tinggi. Memang
sistem pendidikan di seluruh dunia menuntut nilai yang tinggi, namun
guru-guru di luar negeri bisa menanamkan konsep yang lebih kuat bahwa
ilmu adalah yang terpenting dan nilai adalah nomor 2. Inilah yang tidak
mampu diatasi guru di Indonesia, sehingga pola pikir siswa terpengaruh
dengan sistem yang ada bahkan siswa terpicu untuk melakukan hal-hal
negatif untuk mendapatkan nilai yang tinggi. Lebih parahnya lagi,
beberapa orang tua tidak menyadarkan anaknya dan malah melakukan hal-hal
buruk lainnya agar anaknya bisa memperoleh nilai yang tinggi. Tentu
saja hal ini terjadi karena sistem pendidikan dan orientasi siswa
Indonesia telah rusak sejak dulu. Sehingga kerusakan ini terus berlanjut
seperti rantai hingga sekarang, dan segelintir orang yang justru
menikmatinya. Artinya lingkungan disekitar siswa juga mendukung konsep
ini karena dari dahulu kala konsep inilah yang tertanam. Hingga
perguruan tinggi, konsep ini terus tertanam pada sebagian mahasiswa,
padahal perguruan tinggi adalah tempat ilmu bukan nilai. Konsep yang
seharusnya ditanamkan adalah memperoleh nilai yang “bagus” bukan
“tinggi”, karena dalam KBBI, bagus berarti baik sekali dan tinggi
berarti jauh antaranya dari sebelah bawah dan bahkan ada definisi
negatif yaitu sombong. Guru harus menekankan kata bagus bukan tinggi,
dan perlu ada penjelasan bahwa ilmu jauh lebih penting daripada nilai
yang tinggi, sebab dalam dunia pekerjaan hal yang diperlukan adalah ilmu
bukan nilai yang tinggi. Orang dengan nilai yang tinggi namun tidak
berilmu akan jatuh dengan sendirinya, namun orang dengan nilai yang
tidak terlalu tinggi namun berilmu akan sukses dikemudian hari.
Satu lagi konsep pendidikan yang salah
adalah : siswa diberi tugas untuk menguasai, menghafal, dan
menuliskannya lagi dikertas dengan konsep pemikiran yang sama bukan
menguasai, mengerti, dan menuliskannya lagi dengan pengembangan konsep
pemikiran sendiri dan menambahkan hal-hal baru. Hal ini berpengaruh bagi
mental siswa dan pola pikir mereka. Banyak siswa yang hanya menjadi
pengikut dan tidak menjadi pencipta. Padahal kebanggaan suatu bangsa
adalah ketika bangsa tersebut mampu menciptakan dan membuat pengaruh
bagi dunia. Dalam pelaksanaannya pendidikan Indonesia sering menanamkan
konsep yang salah, dan hal ini perlu diubah. Harus ditanamkan konsep
siswa belajar untuk menciptakan sesuatu, bukan hanya mengikuti apa yang
tertulis di buku. Jika konsep ini berhasil ditanamkan, perubahan besar
akan terjadi dan kemajuan bangsa akan naik pesat, karena mental pencipta
adalah aset berharga bagi suatu bangsa dan sangat dihargai diseluruh
dunia.
Tenaga pendidik juga memegang pengaruh besar
bagi kemajuan kualitas pendidikan di Indonesia, apalagi dalam penanaman
konsep pendidikan (seperti yang telah dibahas tadi) dipegang oleh guru.
Kembali lagi ke kualitas, tenaga pendidik Indonesia masih banyak yang
tidak memenuhi standar, baik ilmu yang dimiliki maupun kepribadian.
Sebenarnya tenaga pendidik Indonesia banyak yang kompeten bahkan
berlevel Internasional, masalahnya adalah mereka bekerja di luar negeri.
Hal inilah yang jadi akar permasalahan pendidikan selain konsep
pendidikan yang salah. Tenaga pendidik yang tersisa di Indonesia adalah
tenaga pendidik dengan kualitas standar, dan tenaga pendidik yang
berkualitas tinggi sangat sedikit presentasenya. Ditambah lagi setelah
dari pendidikan tinggi, orang yang ingin mengabdikan dirinya sebagai
tenaga pengajar sangat sedikit, sehingga yang menjadi tenaga pengajar
benar-benar sedikit dan kebanyakan justru tidak memenuhi kuota pendidik
yang ada, sehingga pada akhirnya direkrutlah tenaga pendidik yang
biasa-biasa saja (hal ini sering terjadi di lembaga pendidikan negeri).
Di lain hal, tenaga pendidik berkualitas yang mampu direkrut tidak
ditempatkan secara merata di Indonesia, namun kebanyakan ditempatkan di
pulau Jawa. Hasilnya, pendidkan yang diterima di Indonesia Timur cukup
jauh bedanya dengan yang diterima di Indonesia Barat. Jelas Indonesia
Barat lebih maju. Hal inilah yang sering memacu kecemburuan sosial,
imigrasi besar-besaran ke Indonesia Barat, dan turunnya kepercayaan diri
siswa dan masyarakat Indonesia Timur. Hal ini harus dibenahi, terutama
pemerintah yang memegang peranan besar dalam pembenahan pendidikan
Indonesia. Alasan mengapa tenaga pendidik berkualitas ke luar negeri
adalah karena gaji yang rendah di negara sendiri, dan pemerintah tidak
peduli dengan hal ini. Padahal dana pendidikan dianggarkan hingga diatas
200 Trilliun rupiah, namun tidak ada dampak berarti bagi pendidikan
Indonesia. Mungkin saja masih dalam proses atau malah dana tersebut
tidak sampai kepada yang berhak, namun hanya singgah ke kantong pejabat
tinggi atau biasanya kita sebut korupsi. Memang pemerintah juga tidak
sepenuhnya salah, seharusnya kesadaran tenaga pengajar juga berpengaruh.
Harusnya tenaga pengajar di luar negeri sadar siapa mereka dan di mana
mereka lahir, begitu juga tenaga pengajar yang berada di Indonesia,
harusnya mereka sadar kemampuan mereka harus semakin ditingkatkan agar
siswa yang mereka didik menjadi orang yang terdidik dan beilmu. Perlu
ada pemerataan tenaga pengajar dan peningkatan kualitas tenaga pengajar
di seluruh Indonesia dan kuncinya adalah tekad dan tanpa korupsi.
Mayoritas penduduk Indonesia tidak merasakan
perguruan tinggi. Kenapa? Alasannya adalah biaya, apalagi tingkat
kemiskinan Indonesia yang tinggi, dan dana beasiswa dan keringanan biaya
pendidikan tinggi yang terkesan ditutup-tutupi baik oleh pemerintah
pusat maupun daerah. Pemerintah Indonesia hanya mampu menyediakan
pendidikan dasar dan menengah pertama gratis. Pemerintah tidak membiayai
pendidikan menengah atas dan perguruan tinggi. Namun, apakah pendidikan
dasar dan pendidikan menengah pertama dijamin gratis? Tidak ada pihak
yang menjamin tidak adanya pungutan liar di sekolah dasar dan menengah
pertama. Bisa jadi pungutan liar terjadi tanpa sepengetahuan publik,
atau mungkin dengan sepengetahuan penduduk sekitar namun sengaja
dirahasiakan atau biasa kita sebut dengan rahasia umum. Hal ini tentu
membuat masyarakat yang kurang mampu berpikir dua kali untuk sekolah.
Mereka hanya mampu mengikuti pendidikan dasar dan pendidikan menegah
pertama. Ditambah lagi saat diterapkan biaya gratis untuk sekolah dasar
dan menengah pertama, sempat terjadi penurunan kualitas guru karena gaji
yang tidak jelas. Hal ini tentu berakibat buruk bagi siswa yang
dididik. Seharusnya yang dididik dengan sungguh-sungguh adalah orang
yang kurang mampu, karena di dasar lubuk hati mereka, mereka sangat
ingin untuk sekolah dan memperoleh pendidikan tinggi, namun dengan uang,
mereka dikalahkan oleh kalangan menegah ke atas. Seorang enterpreneur
pernah bertanya : “mana yang akan lebih kaya di masa depan, anak orang
miskin atau anak orang kaya?” jawabannya adalah anak orang miskin,
karena dengan kehidupan yang tidak mudah ia belajar untuk berjuang
sedangkan anak orang kaya punya segala kemudahan dan tidak tergerak
untuk berjuang (hanya segelintir orang, bukan berarti semua orang kaya
seperti itu). Contoh nyata adalah : Indonesia, kita sebenarnya kaya
namun sekarang kita miskin, dibandingkan dengan jepang, mereka dulu
miskin, sekarang mereka kaya. Pada akhirnya rakyat miskin seharusnya
dibantu dan biaya pendidikan harus dibuat merata dan transparan, begitu
juga dengan beasiswa ataupun keringanan biaya yang tersedia.
Masalah rumit lainnya adalah negara yang
lebih maju yang sadar dengan potensi siswa dan masyarakat Indonesia.
Banyak siswa-siswa berprestasi Indonesia yang diberikan beasiswa cukup
besar bahkan biaya hidup selama di begara tersebut. Begitu juga halnya
dengan kaum akademisi dari Indonesia, banyak yang dibayar mahal untuk
mengajar di luar negeri. Hasilnya Indonesia terpuruk dan banyak potensi
yang disia-siakan. Pada dasarnya sumber daya manusia Indonesia tidak
kalah dengan luar negeri, bahkan dalam Olimpiade Internasional,
Indonesia sudah sering mendapat juara, namun kesadaran pemerintah dalam
merekrut dan memperhatikan orang-orang seperti inilah yang membuat
banyak kaum terdidik dan kompeten Indonesia yang bekerja di luar negeri
dimana kehidupan dan harta mereka terjamin.
In conclusion, untuk membuat kualitas
pendidikan Indonesia maju dan berkembang dibutuhkan gerakan dari seluruh
elemen bangsa, pemerintah, mahasiswa, masyarakat umum, tenaga pendidik
dan organisasi-organisasi non-pemerintah. Perlu perubahan konsep dan
paradigma mengenai hakikat pendidikan. Terlebih lagi transparansi dana
dan bantuan pendidikan, karena keinginan masyarakat untuk memperoleh
pendidikan sangat dipengaruhi oleh transparansi biaya. Sebagai kaum muda
adalah suatu keharusan untuk membawa perubahan dan angin segar bagi
segala aspek dimana kita terlibat, mulai dari hal kecil kita bawa
perubahan, dari suatu tulisan kita bawa pergerakan. Hidup mahasiswa!
sumber : http://imanuelmrustijono.wordpress.com/2011/09/10/kualitas-pendidikan-indonesia-dan-permasalahannya/
sumber : http://imanuelmrustijono.wordpress.com/2011/09/10/kualitas-pendidikan-indonesia-dan-permasalahannya/
Posting Komentar