Halloween party ideas 2015

“Education makes people easy to lead, but difficult to drive; easy to govern, but impossible to enslave”, itu adalah kata bijak dari seorang Henry Peter Brougham. Kata-kata ini menunjukkan apa yang dilakukan pendidikan pada seseorang dan betapa pentingnya pendidikan bagi seseorang. Thomas Jefferson, presiden Amerika Serikat ke-3 berkata, “A nation’s best defense is an educated citizenry”. Ia mengungkapkan betapa pentingnya pendidikan bagi suatu bangsa lewat kata-katanya. Bukti nyata, Amerika pernah menjadi negara paling kuat dan berkuasa di dunia meskipun saat ini mulai menurun setelah krisis ekonomi. Hal itu awalnya adalah sebuah mimpi, namun menjadi kenyataan setelah pendidikan diutamakan dan difasilitasi dengan baik. Apa yang terjadi pada Indonesia? Apakah masyarakatnya tidak terdidik? Ataukah ada yang salah dengan kualitas pendidikan yang ada saat ini sehingga Indonesia hanya jalan di tempat saat ini? Jawaban untuk kedua pertanyaan tersebut adalah “ya”. Menurut Badan Pusat Statistik Indonesia, penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja berjumlah 111,28 juta penduduk dan 55,12 juta diantaranya adalah tamatan SD ke bawah. Artinya 50% pekerja di Indonesia adalah tamatan pendidikan dasar. Jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, Singapura memiliki presentase lulusan terbanyak di secondary sebanyak 24.6% dan lulusan universitas sebanyak 11.7%. Berdasarkan QS World Universities Ranking, ranking universitas kita juga kalah dengan Singapura, Malaysia dan Thailand, kita berada diperingkat 50 Asia, dan 217 dunia, kalah jauh dibanding Singapura yang memperoleh peringkat 3 (NUS) dan 17 (NTU) Asia, untuk peringkat dunia Singapura memperoleh peringkat 28 (NUS) dan 58 (NTU). Di Asia Tenggara, Universitas kita kalah dengan universitas dari Singapura, Thailand dan Malaysia.

Tahun ini poin kita di EDI (Education Development Index) juga menurun. Kemerosotan kita terjadi karena banyak hal, namun yang paling penting itu semua dipengaruhi oleh pendidikan dan apa yang ditanamkan di sekolah. Oleh karena itulah pendidikan sangatlah penting dan hal ini kurang disadari oleh sebagian besar penduduk Indonesia bahkan pemerintahannya. Banyak masalah pendidikan di Indonesia yang harus dibenahi agar kita bisa membangun kembali kualitas pendidikan yang bermutu dan mencapai prestasi internasional. Masalah tersebut antara lain, orientasi nilai bukan ilmu, orientasi mengikuti bukan pencipta, tenaga pendidik, biaya pendidikan dan pungutan liar, dan luar negeri lebih menjanjikan daripada dalam negeri.
Sebagian besar siswa Indonesia mengakui bahwa yang mereka kejar di sekolah adalah nilai, bukan ilmu. Artinya mereka lebih mendahulukan nilai baru memikirkan ilmu. Ada 2 alasan kenapa hal ini terjadi, yaitu sistem dan lingkungan. Sistem pendidikan Indonesia menuntut nilai yang tinggi bukan ilmu yang tinggi. Memang sistem pendidikan di seluruh dunia menuntut nilai yang tinggi, namun guru-guru di luar negeri bisa menanamkan konsep yang lebih kuat bahwa ilmu adalah yang terpenting dan nilai adalah nomor 2. Inilah yang tidak mampu diatasi guru di Indonesia, sehingga pola pikir siswa terpengaruh dengan sistem yang ada bahkan siswa terpicu untuk melakukan hal-hal negatif untuk mendapatkan nilai yang tinggi. Lebih parahnya lagi, beberapa orang tua tidak menyadarkan anaknya dan malah melakukan hal-hal buruk lainnya agar anaknya bisa memperoleh nilai yang tinggi. Tentu saja hal ini terjadi karena sistem pendidikan dan orientasi siswa Indonesia telah rusak sejak dulu. Sehingga kerusakan ini terus berlanjut seperti rantai hingga sekarang, dan segelintir orang yang justru menikmatinya. Artinya lingkungan disekitar siswa juga mendukung konsep ini karena dari dahulu kala konsep inilah yang tertanam. Hingga perguruan tinggi, konsep ini terus tertanam pada sebagian mahasiswa, padahal perguruan tinggi adalah tempat ilmu bukan nilai. Konsep yang seharusnya ditanamkan adalah memperoleh nilai yang “bagus” bukan “tinggi”, karena dalam KBBI, bagus berarti baik sekali dan tinggi berarti jauh antaranya dari sebelah bawah dan bahkan ada definisi negatif yaitu sombong. Guru harus menekankan kata bagus bukan tinggi, dan perlu ada penjelasan bahwa ilmu jauh lebih penting daripada nilai yang tinggi, sebab dalam dunia pekerjaan hal yang diperlukan adalah ilmu bukan nilai yang tinggi. Orang dengan nilai yang tinggi namun tidak berilmu akan jatuh dengan sendirinya, namun orang dengan nilai yang tidak terlalu tinggi namun berilmu akan sukses dikemudian hari.
Satu lagi konsep pendidikan yang salah adalah : siswa diberi tugas untuk menguasai, menghafal, dan menuliskannya lagi dikertas dengan konsep pemikiran yang sama bukan menguasai, mengerti, dan menuliskannya lagi dengan pengembangan konsep pemikiran sendiri dan menambahkan hal-hal baru. Hal ini berpengaruh bagi mental siswa dan pola pikir mereka. Banyak siswa yang hanya menjadi pengikut dan tidak menjadi pencipta. Padahal kebanggaan suatu bangsa adalah ketika bangsa tersebut mampu menciptakan dan membuat pengaruh bagi dunia. Dalam pelaksanaannya pendidikan Indonesia sering menanamkan konsep yang salah, dan hal ini perlu diubah. Harus ditanamkan konsep siswa belajar untuk menciptakan sesuatu, bukan hanya mengikuti apa yang tertulis di buku. Jika konsep ini berhasil ditanamkan, perubahan besar akan terjadi dan kemajuan bangsa akan naik pesat, karena mental pencipta adalah aset berharga bagi suatu bangsa dan sangat dihargai diseluruh dunia.
Tenaga pendidik juga memegang pengaruh besar bagi kemajuan kualitas pendidikan di Indonesia, apalagi dalam penanaman konsep pendidikan (seperti yang telah dibahas tadi) dipegang oleh guru. Kembali lagi ke kualitas, tenaga pendidik Indonesia masih banyak yang tidak memenuhi standar, baik ilmu yang dimiliki maupun kepribadian. Sebenarnya tenaga pendidik Indonesia banyak yang kompeten bahkan berlevel Internasional, masalahnya adalah mereka bekerja di luar negeri. Hal inilah yang jadi akar permasalahan pendidikan selain konsep pendidikan yang salah. Tenaga pendidik yang tersisa di Indonesia adalah tenaga pendidik dengan kualitas standar, dan tenaga pendidik yang berkualitas tinggi sangat sedikit presentasenya. Ditambah lagi setelah dari pendidikan tinggi, orang yang ingin mengabdikan dirinya sebagai tenaga pengajar sangat sedikit, sehingga yang menjadi tenaga pengajar benar-benar sedikit dan kebanyakan justru tidak memenuhi kuota pendidik yang ada, sehingga pada akhirnya direkrutlah tenaga pendidik yang biasa-biasa saja (hal ini sering terjadi di lembaga pendidikan negeri). Di lain hal, tenaga pendidik berkualitas yang mampu direkrut tidak ditempatkan secara merata di Indonesia, namun kebanyakan ditempatkan di pulau Jawa. Hasilnya, pendidkan yang diterima di Indonesia Timur cukup jauh bedanya dengan yang diterima di Indonesia Barat. Jelas Indonesia Barat lebih maju. Hal inilah yang sering memacu kecemburuan sosial, imigrasi besar-besaran ke Indonesia Barat, dan turunnya kepercayaan diri siswa dan masyarakat Indonesia Timur. Hal ini harus dibenahi, terutama pemerintah yang memegang peranan besar dalam pembenahan pendidikan Indonesia. Alasan mengapa tenaga pendidik berkualitas ke luar negeri adalah karena gaji yang rendah di negara sendiri, dan pemerintah tidak peduli dengan hal ini. Padahal dana pendidikan dianggarkan hingga diatas 200 Trilliun rupiah, namun tidak ada dampak berarti bagi pendidikan Indonesia. Mungkin saja masih dalam proses atau malah dana tersebut tidak sampai kepada yang berhak, namun hanya singgah ke kantong pejabat tinggi atau biasanya kita sebut korupsi. Memang pemerintah juga tidak sepenuhnya salah, seharusnya kesadaran tenaga pengajar juga berpengaruh. Harusnya tenaga pengajar di luar negeri sadar siapa mereka dan di mana mereka lahir, begitu juga tenaga pengajar yang berada di Indonesia, harusnya mereka sadar kemampuan mereka harus semakin ditingkatkan agar siswa yang mereka didik menjadi orang yang terdidik dan beilmu. Perlu ada pemerataan tenaga pengajar dan peningkatan kualitas tenaga pengajar di seluruh Indonesia dan kuncinya adalah tekad dan tanpa korupsi.
Mayoritas penduduk Indonesia tidak merasakan perguruan tinggi. Kenapa? Alasannya adalah biaya, apalagi tingkat kemiskinan Indonesia yang tinggi, dan dana beasiswa dan keringanan biaya pendidikan tinggi yang terkesan ditutup-tutupi baik oleh pemerintah pusat maupun daerah. Pemerintah Indonesia hanya mampu menyediakan pendidikan dasar dan menengah pertama gratis. Pemerintah tidak membiayai pendidikan menengah atas dan perguruan tinggi. Namun, apakah pendidikan dasar dan pendidikan menengah pertama dijamin gratis? Tidak ada pihak yang menjamin tidak adanya pungutan liar di sekolah dasar dan menengah pertama. Bisa jadi pungutan liar terjadi tanpa sepengetahuan publik, atau mungkin dengan sepengetahuan penduduk sekitar namun sengaja dirahasiakan atau biasa kita sebut dengan rahasia umum. Hal ini tentu membuat masyarakat yang kurang mampu berpikir dua kali untuk sekolah. Mereka hanya mampu mengikuti pendidikan dasar dan pendidikan menegah pertama. Ditambah lagi saat diterapkan biaya gratis untuk sekolah dasar dan menengah pertama, sempat terjadi penurunan kualitas guru karena gaji yang tidak jelas. Hal ini tentu berakibat buruk bagi siswa yang dididik. Seharusnya yang dididik dengan sungguh-sungguh adalah orang yang kurang mampu, karena di dasar lubuk hati mereka, mereka sangat ingin untuk sekolah dan memperoleh pendidikan tinggi, namun dengan uang, mereka dikalahkan oleh kalangan menegah ke atas. Seorang enterpreneur pernah bertanya : “mana yang akan lebih kaya di masa depan, anak orang miskin atau anak orang kaya?” jawabannya adalah anak orang miskin, karena dengan kehidupan yang tidak mudah ia belajar untuk berjuang sedangkan anak orang kaya punya segala kemudahan dan tidak tergerak untuk berjuang (hanya segelintir orang, bukan berarti semua orang kaya seperti itu). Contoh nyata adalah : Indonesia, kita sebenarnya kaya namun sekarang kita miskin, dibandingkan dengan jepang, mereka dulu miskin, sekarang mereka kaya. Pada akhirnya rakyat miskin seharusnya dibantu dan biaya pendidikan harus dibuat merata dan transparan, begitu juga dengan beasiswa ataupun keringanan biaya yang tersedia.
Masalah rumit lainnya adalah negara yang lebih maju yang sadar dengan potensi siswa dan masyarakat Indonesia. Banyak siswa-siswa berprestasi Indonesia yang diberikan beasiswa cukup besar bahkan biaya hidup selama di begara tersebut. Begitu juga halnya dengan kaum akademisi dari Indonesia, banyak yang dibayar mahal untuk mengajar di luar negeri. Hasilnya Indonesia terpuruk dan banyak potensi yang disia-siakan. Pada dasarnya sumber daya manusia Indonesia tidak kalah dengan luar negeri, bahkan dalam Olimpiade Internasional, Indonesia sudah sering mendapat juara, namun kesadaran pemerintah dalam merekrut dan memperhatikan orang-orang seperti inilah yang membuat banyak kaum terdidik dan kompeten Indonesia yang bekerja di luar negeri dimana kehidupan dan harta mereka terjamin.
In conclusion, untuk membuat kualitas pendidikan Indonesia maju dan berkembang dibutuhkan gerakan dari seluruh elemen bangsa, pemerintah, mahasiswa, masyarakat umum, tenaga pendidik dan organisasi-organisasi non-pemerintah. Perlu perubahan konsep dan paradigma mengenai hakikat pendidikan. Terlebih lagi transparansi dana dan bantuan pendidikan, karena keinginan masyarakat untuk memperoleh pendidikan sangat dipengaruhi oleh transparansi biaya. Sebagai kaum muda adalah suatu keharusan untuk membawa perubahan dan angin segar bagi segala aspek dimana kita terlibat, mulai dari hal kecil kita bawa perubahan, dari suatu tulisan kita bawa pergerakan. Hidup mahasiswa!

sumber : http://imanuelmrustijono.wordpress.com/2011/09/10/kualitas-pendidikan-indonesia-dan-permasalahannya/

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.